Ayat Al-Quran Yang Terkait Dengan Kerusakan Lingkungan
AYAT
AL QURAN YANG TERKAIT DENGAN KERUSAKAN LINGKUNGAN
Ada beberapa istilah yang digunakan oleh
Al-Qur
an untuk menunjukkan arti bencana/malapetaka. Beberapa istilah
tersebut adalah:
1. Musibah
Kata ini secara kebahasaan
menurut al-Afahānī mengandung arti ar-ramyah/lemparan, yang kemudian digunakan untuk pengertian bahaya, celaka, atau bencana.Ada pula yang
mengartikan sebagai sesuatu yang mengenai atau menimpa. Al-Qur•ubī mengartikan musibah sebagai apa saja yang
menyakiti dan menimpa diri orang Mukmin atau sesuatu yang berbahaya dan menyusahkan manusia meskipun kecil. Untuk menguatkan pandangannya
ini al-Qur•ubī menyampaikan hadis Nabi allallāhu
‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Ikrimah bahwa lampu Nabi Muhammad pernah mati pada suatu malam.
Kemudian beliau membaca innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn, (sesungguhnya kami adalah
milik Allah dan kepada- Nyalah kami kembali). Para sahabat bertanya: “Apakah ini termasuk musibah
ya Rasulullah?” Nabi ☺allallāhu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ya, apa saja yang menyakiti orang Mukmin disebut musibah.”
Namun, apabila diteliti lebih jauh paling tidak ada ayat yang secara
tidak langsung dapat dikaitkan dengan persoalan bencana lingkungan hidup.
Ketiga ayat tersebut adalah
1). Surah
al-Baqarah/2: 155-156
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan ,kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada
orang-orang yang sabar,
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata
"Innā lillāhi wa inna ilaihi rāji‘ūn" (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah
kami kembali). (al-Baqarah/2: 155-156)
Frase dalam ayat tersebut yang menyatakan bahwa musibah berupa
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sedangkan di antara faktor
penyebabnya, tentu bukan satu-satunya sebab, namun dikarenakan adanya degradasi
kualitas lingkungan hidup. Seperti yang disampaikan oleh sementara pakar bahwa:
jumlah penduduk bumi yang melebihi kapasitas bumi akan mengolah siklus guna
tetap menjaga keseimbangannya. Karena setiap manusia membutuhkan makan, ruang,dan
energi alam untuk menyangga hidupnya. Apabila jumlah penduduk bumi tidak
terkendali, maka bumi akan mereduksi jumlah manusia dengan adanya bencana kelaparan,
konflik perebutan sumber daya, dan penyakit.
2. Fitnah
Kata fitnah berasal dari kata fatana
yang bermakna dasar ‘membakar logam emas atau
perak untuk mengetahui kemurniannya’. Orang yang membakar emas untuk mengetahui
kemurniannya dinamakan fatin.6 Kata ini dalam Al-Qur╨an terulang sebanyak 60 kali dengan aneka macam arti, 30 di antaranya
menggunakan kata fitnah. Bukan hal yang mudah untuk menarik kesimpulan makna dari
sekian banyak pengulangan dalam aneka ragam konteks penyebutan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ini diartikan dengan ‘Perkataan yang bermaksud menjelekkan
orang’.7 Namun, Al-Qur╨an tidak sekalipun menggunakan untuk arti tersebut.
Satu ayat
yang mungkin dapat dikaitkan dengan persoalan kerusakan lingkungan adalah Surah
al-Anfāl/8: 25:
Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya
menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah
sangat keras siksaan-Nya. (al-Anfāl/8: 25)
Ayat tersebut dapat dilihat juga dalam konteks kerusakan lingkungan.
Artinya apabila ada seseorang atau sekelompok orang melakukan perbuatan yang menyebabkan
terjadinya kerusakan lingkungan hidup, maka akibatnya dapat menimpa seseorang
atau kelompok masyarakat yang tidak ikut melakukan perbuatan tersebut. Hal ini
dapat mudah dipahami dengan salah satu argumen bahwa kehidupan di alam semesta
umumnya dan planet bumi khususnya adalah satu rumah bersama. Satu kesatuan
ekologi dan ekosistem.
3. ‘Azāb
Kata ‘azāb mengandung arti dasar ‘keadaan
yang memberati pundak seseorang’, dari pengertian inilah kata azab diartikan
sebagai segala sesuatu yang menimbulkan kesulitan, atau menyakitkan dan
memberatkan beban jiwa dan atau fisik, seperti penjatuhan sanksi. Kata ‘azāb
dengan segala bentuknya terulang di dalam Al-Qur╨an sebanyak 329 kali. Secara garis besar mengacu kepada dua bentuk
sanksi; pertama: sanksi di dunia ini, baik yang ditimpakan kepada individu perorangan maupun
kepada kelompok masyarakat, yang pelakunya sesama manusia maupun Allah subānahu wa ta‘ālā. Kedua, adalah sanksi yang akan diterima
oleh manusia di akhirat kelak.
Untuk kelompok pertama sebagai contoh adalah apa yang dialami oleh
Bani Israil di mana mereka mendapat azab/siksaan dari Firaun, seperti yang
dijelaskan dalam Surah al-Baqarah/2: 49:
Dan (ingatlah) ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir‘aun
dan) pengikut-pengikut Fir‘aun. Mereka menimpakan siksaan yang sangat berat
kepadamu. Mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup
anak-anak perempuanmu. Dan pada yang demikian itu merupakan cobaan yang besar
dari Tuhanmu. (al-Baqarah/2: 49)
4. ‘Iqāb
Term ini berasal dari kata ‘aqaba,
ya‘qubu, ‘aqban yang mempunyai
dua makna dasar. Pertama, mengakhirkan sesuatu dan menempatkannya sesudah sesuatu yang lain. Kedua, tinggi, berat, dan sulit, sebagai
contoh kata ‘aqabah disebut dalam Surah al-Balad/90: 12 yang diartikan sebagai suatu
jalan yang terjal dan sulit untuk didaki’.Term ini dengan segala perubahannya
terulang di dalam Al-Qur΄an sebanyak 80 kali, dengan pengertian yang berbeda-beda. Khusus
untuk term ‘iqāb yang terulang sebanyak 20 kali secara umum digunakan untuk menunjuk
satu jenis balasan yang negatif/siksa. Sementara term ‘uqbā dan ‘āqibah dapat digunakan untuk
menunjuk balasan yang positif (ini kalau berdiri sendiri), seperti yang
terdapat dalam Surah ar-Ra‘d/13:
22, 24, 42, dan al-Kahf/18: 44. Juga dalam Surah al- ajj/22: 41 (ini
untuk term ‘āqibah). Sedangkan untuk menunjuk balasan yang negatif biasanya dikaitkan
dengan hal-hal yang negatif. Sebagai contoh, dalam Surah ar-Ra‘d/13: 35 juga dalam Surah al-asyr/59: 17.
5. Balā’
Kata ini bermakna dasar nyata
atau tampak,
kemudian berkembang maknanya menjadi ‘ujian yang dapat menampakkan kualitas keimanan seseorang’.Term ini disebut Al-Qur╨an sebanyak enam kali, sedangkan dengan segala perubahannya terulang
sebanyak 37 kali. Pengertian tersebut agak berbeda dengan pengertian ‘bala’
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diartikan dengan ‘Malapetaka,
bencana, atau kesengsaraan’.Dari pemaparan tentang term balā’ dalam Al-Qur′an, Quraish Shihab menyimpulkan beberapa pengertian di antaranya:
a. Balā’ adalah sebuah keniscayaan hidup. Itu dilakukan Allah subhānahu
wa ta‘ālā tanpa keterlibatan yang diuji
dalam menentukan cara dan bentuk ujian (sebagaimana halnya setiap ujian). Yang
menentukan cara, waktu, dan bentuk ujian adalah Allah subhānahu
wa ta‘ālā. Di antara ayat yang menjelaskan
hal ini adalah Surah al-Mulk/67: 2
b. Balā’ terdiri dari dua jenis, yaitu
berupa keburukan/ tidak menyenangkan dan kebaikan/menyenangkan. Hal ini
terungkap dalam Surah al-Anbiyā/21: 35
c. Ujian yang menyenangkan tidak dapat dijadikan bukti kasih sayang
Allah subhānahu wa ta‘ālā, sebaliknya sesuatu yang
tidak menyenangkan juga bukan berarti sebagai bukti kemarahan Allah subHānahu
wa ta‘ālā. Tentu saja hanya
orang-orang yang tidak memahami arti hidup yang sebenarnya yang berkeyakinan
demikian. Hal ini dengan sangat jelas dipaparkan dalam Surah al-Fajr/89: 15-17
d. Balā’ yang bersifat tidak menyenangkan di antara tujuannya adalah untuk
membersihkan dosa atau mengangkat derajat. Hal ini dijelaskan dalam Surah Āli ‘Imrān/3:
154.
Dari sini dapat dimengerti kalau seseorang tidak sewajarnya melihat
bencana, khususnya bencana alam sebagai bentuk hukuman atau azab dari Allah subhānahu wa ta‘ālā. Kalau terjadi
bencana di Indonesia dengan ringan orang akan menyatakan itu azab Allah.
Misalnya; ketika terjadi tsunami di Aceh pada akhir 2004 banyak orang yang berkomentar
negatif tentang bencana tersebut. Demikian juga ketika terjadi gempa di Yogyakarta.
Sikap tersebut oleh sementara ahli disebut sebagai the blaming victim/mempersalahkan korban.
Sudah terkena bencana masih disalahkan lagi. Secara garis besar dapat dikatakan,
apabila bencana alam itu menimpa orang orang yang beriman, maka dapat dikatakan
sebagai fitnah, dan apabila orang yang beriman tersebut sampai meninggal, maka
nilainya syahīd. Apabila menimpa orang-orang yang durhaka, maka
itu menjadi azab. Dan apabila bencana itu disebabkan oleh ulah manusia, ma dapat
dikatakan sebagai musibah, misalnya banjir yang sering melanda di musim hujan,
apabila tidak diketahui sebab langsungnya dengan perbuatan manusia, maka lebih baik
kalau disebut sebagai fitnah atau bala. Di bawah ini akan dituliskan beberapa langkah bagaimana kita dapat
mencegah terjadinya bencana karena ulah perbuatan manusia yang kami kutip dari Harian Kompas, 25 Juli 2008,
yang mengutip dari buku Kick The
Habit- A UN (United
Nations) Guide to Climate Neutrality, yang diterbitkan oleh
UNEP, tentang tata-tata cara hidup berkelanjutan. Di antaranya adalah:
a) Berbelanja kebutuhan sehari-hari untuk konsumsi, gunakanlah produk
lokal yang ramah lingkungan, khususnya sayur mayur, kemasannya yang dapat
didaur ulang, dan tidak banyak mengandung penyedap rasa.
b) Untuk
kosmetik dan sabun; pilih yang berbahan organik.
c) Lampu
dan barang elektronik, gunakan yang paling hemat energy.
d) Bahan pencuci pakaian; gunakan sabun yang terurai tidak terlalu
banyak pewarna atau busa yang akan banyak mencemari air.
e) Kurangi bepergian yang tidak perlu dan apabila memungkinkan untuk
memilih alat transportasi yang ramah lingkungan, misalnya sepeda (untuk jarak
dekat) dan atau kereta api (untuk jarak jauh)
Referensi : Pelestarian
Lingkungan Hidup ,Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Badan Litbang dan
Diklat Departemen Agama RI Tahun 2009 Seri 4
Komentar
Posting Komentar